Belakangan ini, kita sering membaca ataupun menonton berita mengenai bencana alam yang terjadi di berbagai belahan dunia. Salah satu penyebab utama bencana-bencana alam ini terjadi adalah perubahan iklim. Presiden Joko Widodo pun juga menyoroti masalah perubahan iklim ini. Menurut beliau, perubahan iklim menjadi isu yang paling menakutkan bagi dunia pasca Covid-19.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto juga turut menerangkan jika perubahan iklim terbukti meningkatkan frekuensi terjadinya bencana dengan sangat drastis dan lebih ekstrem. Beliau mengungkapkan, dari data yang berhasil dihimpun oleh BNPB hanya dalam lima bulan awal di tahun 2023 ini, sudah terjadi 1.675 kejadian bencana.
Indonesia menjadi salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara yang paling rawan bencana. Frekuensi bencana alam di Indonesia di tahun 2010, tercatat ada 1.945 bencana. Di tahun 2022, jumlah frekuensi kejadian bencana meningkat menjadi 81% atau telah terjadi 3.544 bencana.
Bahkan kejadian bencana banjir dari laut (rob) menurut catatan BNPB telah meningkat pesat dari tahun 2020 hingga tahun 2022. Banjir rob di tahun 2020 terjadi 35 kali, sedangkan di tahun 2022 meningkat kejadiannya hingga 75 kali.
Dampak Perubahan Iklim Tak Hanya Bencana Alam Berdasarkan klasifikasi dari The International Disasters Database yang dikutip Bank Dunia, setidaknya ada lima jenis bencana yang dapat disebabkan oleh perubahan iklim, yaitu:
Kekeringan Suhu ekstrem Badai Kebakaran hutan/lahan Banjir besar Selain itu, perubahan iklim juga dapat memengaruhi kenaikan batasan air laut. Sehingga akan berdampak besar pada perubahan habitat rumah alami berbagai jenis hewan, tanaman, dan juga berdampak pada kelangsungan hidup manusia.
Dalam studi oleh organisasi Save the Children di tahun 2021, menemukan data bahwa anak-anak akan lebih banyak menghadapi cuaca ekstrem daripada generasi yang lebih tua. Akibatnya tak hanya berpengaruh pada ancaman fisik, tetapi juga pada kondisi mental anak.
Urgensi Pendidikan Iklim pada Anak Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Brookings Institute di tahun 2021 menunjukkan bahwa, pendidikan iklim dapat berpotensi untuk mengurangi kecemasan anak akan perubahan iklim di masa depan. Karena menurut survei yang dilakukan Universitas Bath di tahun 2021, menunjukkan sebanyak 75% anak muda takut akan masa depan dan ada sebanyak 60% anak muda yang takut akan terjadinya perubahan iklim.
Pendidikan iklim menjadi wacana yang telah lama diperbincangkan oleh berbagai pemangku kepentingan. Di level internasional, organisasi UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah menekankan bahwa pendidikan, pelatihan, dan kesadaran publik mengenai perubahan iklim harus ditingkatkan melalui program pendidikan perubahan iklim.
Di Indonesia, pada tahun 2021 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan untuk memasukkan pelajaran perubahan iklim ke dalam Kurikulum Merdeka.
Strategi Mengenalkan Pendidikan Iklim pada Anak Mengenalkan pendidikan iklim ternyata dapat dilakukan dari usia dini. Hal ini di dukung oleh penelitian dari The LEGO Foundation yang menunjukkan bahwa, belajar sambil bermain sejak dini sangat baik untuk perkembangan anak di masa depan. Oleh karena itu, anak-anak dapat difokuskan dengan aktivitas yang menyenangkan untuk membangun ikatan cinta dengan alam.
1. Aktivitas berkebun Contoh yang dapat diterapkan adalah mengajak anak-anak untuk berkebun secara sederhana di rumah. Hal ini juga akan melibatkan kolaborasi antara guru dengan orang tua murid, sehingga secara tidak langsung kegiatan ini juga dapat mengedukasi orang tua murid mengenai perubahan iklim.
Aktivitas berkebun bisa menjadi sarana untuk mengenalkan pendidikan iklim kepada anak (Sumber gambar: Pexels) 2. Memilah dan membuang sampah sesuai tempatnya Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengemasnya dalam bentuk permainan untuk memasukkan sampah pada tempatnya, agar murid merasa tertantang. Hal ini juga bisa diterapkan oleh orang tua ketika dirumah. Janganlah ragu untuk memberi pujian pada anak atau murid yang menerapkan kebiasaan baik ini agar mereka menjadi semakin percaya diri dan semangat.
3. Pembelajaran berbasis proyek Metode pembelajaran ini dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam terhadap isu perubahan iklim. Metode ini juga dapat mengintegrasikan ilmu alam dan sosial ke dalam kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan. Harapannya murid akan menjadi lebih aktif dalam mencari informasi, melihat masalah, merancang proyek, hingga melaksanakan rencana tersebut baik secara individu maupun kelompok.
4. Kerjasama dengan berbagai pihak Sekolah dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperkuat pendidikan perubahan iklim di sekolah. Misalnya bekerja sama dengan organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan, agar menambah wawasan mengenai seputar isu lingkungan yang terjadi di sekitar lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Kesimpulan Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang menjadi salah satu momok terbesar di berbagai negara di dunia. Karena perubahan iklim ini dapat menyebabkan berbagai bencana yang menimbulkan kerugian harta dan nyawa. Oleh karena itu mengenalkan pendidikan iklim kepada anak sedini mungkin, dapat meningkatkan kesadaran tentang iklim, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan iklim, hingga cara mencegah terjadinya perubahan iklim yang ekstrem.
Tentu saja usaha mengenalkan pendidikan iklim ini tak hanya mengandalkan guru dan pihak sekolah saja, namun juga harus melibatkan orang tua, masyarakat sekitar, organisasi yang bergerak dalam lingkungan, hingga di level pemerintah.
Sumber:
Dampak Semakin Nyata, Peneliti Ungkap Pentingnya Pendidikan Iklim untuk Anak-anak
Jokowi: Yang Ditakuti Dunia Bukan Lagi Pandemi tapi Perubahan Iklim!
Urgensi Pendidikan Iklim dalam Kurikulum di Indonesia
Perubahan Iklim Picu Peningkatan Kejadian Bencana
Bencana Alam Terkait Perubahan Iklim Meningkat di Skala Global
3 Cara agar Pendidikan Bisa Jadi Solusi Perubahan Iklim
Krisis Iklim: 5 Tips Parenting Ajarkan Anak Sayangi Bumi
Penulis: Eka | Penyunting: Putra