[Yogyakarta, 12 April 2025] GuruInovatif.id sukses menyelenggarakan acara Halal Bihalal yang diikuti oleh para guru dari berbagai daerah di Indonesia. Mengusung tema “Temu Inspiratif: Jelajahi Cara Seru Menghidupkan Literasi di Kelas,” acara ini menghadirkan narasumber Yulia Rachmawati, S.Pd.SI., M.Pd.
Di sesi kali ini, Yulia membagikan beragam strategi kreatif untuk menumbuhkan minat literasi di ruang kelas, mulai dari pendekatan pembelajaran menyenangkan hingga pemanfaatan media yang relevan dengan dunia siswa.
Kegiatan ini menjadi momentum silaturahmi sekaligus memberi inspirasi baru bagi para guru untuk terus berinovasi dalam mengajar dan mendukung tumbuhnya generasi gemar membaca di Indonesia.
Mengapa Literasi Itu Penting?
Dalam sesi Halal Bihalal bersama GuruInovatif.id, Yulia Rachmawati, S.Pd.SI., M.Pd., menekankan pentingnya literasi di era digital seperti sekarang. Menurutnya, anak-anak zaman sekarang—khususnya Generasi Z dan Generasi Alpha—sangat mudah mengakses berbagai informasi melalui smartphone, televisi, internet, hingga dari teman sebayanya. Sayangnya, kemudahan ini juga membuat mereka lebih rentan terpapar informasi palsu atau hoaks.
“Anak-anak sekarang sangat terbuka terhadap berbagai informasi, tapi tidak semua informasi itu benar. Maka dari itu, penting bagi kita untuk terus menanamkan literasi sejak dini,” ujar Yulia.
Ia menegaskan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca, melainkan kemampuan untuk memahami dan memaknai informasi yang diterima. Literasi yang baik akan terlihat ketika seseorang tidak hanya bisa membaca informasi, tetapi juga mampu menerapkan pemahaman tersebut dalam tindakan nyata.
Sebagai contoh, Yulia menyebutkan banyak sekolah yang memasang poster berisi imbauan seperti “Jangan buang sampah sembarangan.” Namun, jika siswa hanya membaca tanpa mengubah perilakunya, maka hal itu menunjukkan bahwa ia belum sepenuhnya literat. Literasi sejati terjadi ketika informasi yang dibaca benar-benar dipahami dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga kebersihan lingkungan atau menjadi pemecah masalah di sekitarnya.
Menuntaskan Fase Dasar Sebelum Melangkah Lebih Jauh
Yulia juga menyinggung pentingnya memastikan anak telah menyelesaikan fase-fase dasar dalam belajar, terutama dalam konteks Kurikulum Merdeka. Ia menjelaskan bahwa ketika seorang anak masuk ke jenjang SD, mereka berada di Fase A, yaitu fase di mana anak diharapkan sudah memiliki kemampuan dasar membaca.
“Kalau di fase awal anak belum bisa membaca, berarti pondasinya belum selesai. Maka, tugas sekolah adalah membantu anak menyelesaikan fase dasarnya terlebih dahulu,” jelasnya.
Sebagai solusi, sekolah bisa menyediakan waktu khusus di awal tahun ajaran misalnya selama dua minggu masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) untuk fokus pada penguatan kemampuan membaca bagi siswa yang belum tuntas.
Baca juga:
Menjelajahi MPLS: Memahami Signifikansi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah
Jika setelah dua minggu tidak ada perkembangan yang signifikan, guru bisa mulai melibatkan orang tua. Komunikasi antara sekolah dan orang tua dapat dilakukan melalui buku penghubung yang berisi laporan perkembangan anak, baik dari segi kognitif maupun non-kognitif. Dengan mengetahui kelemahan dan tantangan yang dihadapi anak, orang tua bisa ikut serta dalam mendampingi proses belajar di rumah.
Yulia juga menyampaikan “Kolaborasi antara sekolah dan orang tua menjadi kunci penting agar upaya menuntaskan kemampuan membaca anak bisa tercapai dengan lebih efektif”.
Literasi Bukan Cuma Tugas Guru Bahasa!

Dalam pemaparannya, Yulia menjelaskan bahwa pengembangan literasi tidak bisa hanya dibebankan pada guru Bahasa Indonesia. Semua guru, dari mata pelajaran apapun, memiliki peran penting dalam membangun budaya literasi.
Berikut tiga komponen utama literasi yang perlu diperhatikan:
1. Konten
Sekolah perlu memperkenalkan literasi yang beragam, tidak hanya informasi tetapi juga sastra. Seringkali literasi sastra dianggap hanya tanggung jawab guru Bahasa, padahal setiap mata pelajaran dapat mengaitkan pembelajarannya dengan teks sastra maupun teks informasi ilmiah.
2. Konteks
Konteks literasi berkaitan dengan arah atau sudut pandang dari materi bacaan. Apakah akan dibawa ke arah personal, budaya, atau saintifik. Misalnya, jika siswa diminta membaca biografi tokoh nasional seperti Soekarno, mereka bisa mempelajari latar belakang kehidupannya, pendidikan, hingga kontribusinya bagi bangsa.
3. Proses Kognitif
Ini adalah inti dari literasi: bagaimana cara siswa berpikir dan memahami informasi. Ada tiga level kognitif dalam literasi, yaitu:
Level 1: Menemukan Informasi
Kemampuan untuk mencari, mengakses, dan menemukan informasi yang secara eksplisit tertulis dalam bacaan.
Level 2: Interpretasi dan Integrasi
Kemampuan untuk memahami informasi tersurat dan tersirat, serta menghubungkan bagian-bagian dalam teks untuk menarik kesimpulan.
Level 3: Evaluasi dan Refleksi
Kemampuan menilai keakuratan, kredibilitas, dan relevansi informasi, serta mengaitkan isi bacaan dengan hal-hal di luar teks.
Baca juga:
Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Akan Segera Dibuka! Guru Lulusan PPG Bisa Ikut Daftar
Bikin Literasi Makin Seru dengan STEAM
Yulia juga menyoroti pentingnya mengaitkan literasi dengan pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics). Pendekatan ini mendidik siswa secara terpadu, relevan dengan kebutuhan dunia nyata, dan bersifat kontekstual.
Berikut cara mengaitkan literasi dengan STEAM:
Science (Sains): Mengamati dan mengukur fenomena alam.
Technology (Teknologi): Menciptakan inovasi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Engineering (Rekayasa): Merancang sistem atau alat yang efisien dan ramah lingkungan.
Art (Seni): Menambahkan nilai estetika dan kreativitas dalam karya.
Mathematics (Matematika): Mengolah data dengan pendekatan numerik dan logis.
Contoh STEAM Sederhana di Kelas
Yulia menyebutkan bahwa cara paling seru menghidupkan literasi di kelas adalah dengan memberi ruang untuk berkreasi. Misalnya, siswa bisa membuat pamflet digital dari hasil bacaan mereka, membuat laporan dengan aplikasi desain, atau membuat video singkat yang merangkum isi teks.
STEAM bukan hanya teori, tapi bagaimana pembelajaran literasi bisa terasa menyenangkan dan relevan bagi siswa.
Simak penjelasan lebih lengkap mengenai Cara Seru Menghidupkan Literasi di Kelas, dalam tayangan ulang sesi Halal Bi Halal berikut ini!
Tertarik dengan materi-materi yang serupa? Yuk, bergabung menjadi membership GuruInovatif.id untuk mendapatkan berbagai akses materi pengembangan kompetensi guru lainnya.

Klik untuk bergabung dengan membership GuruInovatif.id
Penulis: Faqih | Penyunting: Putra